Hukum Testemen (wasiat) dan Hibah
MAKALAH
HUKUM TESTAMEN (WASIAT) DAN HIBAH
Mata kuliah : Hukum Perdata
Dosen Pengampu : Muhammad Shoim
logo
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketika
seseorang meninggal dunia maka semua harta kekayaan di dunia yang ia miliki
semasa hidup di tinggalkan, harta peninggalan tersebut berubah menjadi harta
warisan, harta ini dapat di bagi ke sanak saudara dan keluarga tetapi dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku, ketentuan-ketentuan tersebut di dalam hukum
islam termaktub dalam hukum mawaris.
Di
dalam ilmu mawaris terdapat istilah wasiat atau testament yaitu sebuah surat
yang di tulis oleh seseorang sebelum seseorang tersebut wafat, tetapi dalam hal
ini sering terjadi permasalahan yang berkaitan dengan proses pembagian harta
karena perbedaan penafsiran tentang surat wasiat maupun hibah yang sah menurut
hukum islam dan selaras dengan hukum negara.
Dalam pembahasan kali ini akan di paparkan mengenai
hukum testament menurut pandangan hukum perdata
mulai dari subtansi hukum testament dan cangkupan hukum tersebut beserta
subtansi dari hukum hibah karena melihat bahwa kedua bahasan ini saling
berkaitan satu sama lain, dan juga perbandingan hukum testament hukum islam
dengan hukum perdata (BW).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan testamen dan hibah?
2.
Apa
saja subtansi dan dasar hukum yang mengatur wasiat?
3.
Bagaimana
penarikan kembali dan gugurnya wasiat?
4.
Hukum
pembuatan wasiat yang di lakukan di luar negri?
5.
Wasiat
dalam keadaan luar biasa?
6.
Hal-hal
yang dapat dan tidak dapat dilakukan dalam wasiat?
7.
Bagaimana
hibah wasiat antara suami dan istri?
C.
Tujuan Makalah
1.
Guna
memenuhi tugas makalah mata kuliah hukum perdata.
2.
Dapat
menjelaskan prihal apa yang di maksud dengan testament(wasiat)
3.
Memberikan
pengertian tentang hibah beserta subtansinya.
4.
Dapat
memberikan wawasan tentang wasiat,hibah dan hukum keduanya .
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Testamen (wasiat)
Wasiat atau testamen ialah suatu pernyataan dari seseorang
tentang apa yang dikehendaki setelahnya
ia meninggal. Pada asasnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar
dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh
orang yang membuatnya. Dengan sendirinya, dapat di mengerti bahwa tidak segala
yang di kehendaki oleh seseorang, sebagaimana diletakkan dalam wasiatnya itu,
juga diperbolehkan atau dapat dilaksanakan. Pasal 874 B.W. yang menerangkan
tentang arti wasiat atau testament, memang sudah mengandung suatu syarat, bahwa
isi pernyataan itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang . pembatasan
penting, misalnya terletak dalam pasal-pasal tentang “legitieme portie”
yaitu bagian warisan yang sudah di tetapkan menjadi hak para ahliwaris dalam
garis lencang dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.[1]
B.
Subtansi dan Dasar Hukum
Legitieme portie atau bagian mutlak adalah semua bagian dari harta
peninggalan yang harus di berikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut
undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal dunia tak diperbolehkan
menetapkan sesuatu, baik selaku pembagian antara yang masih hidup, maupun
selaku wasiat.[2]
Yang paling lazim suatu testamen berisi apa yang dinamakan suatu “erfstelling,”
yaitu penunjukan seorang atau beberapa orang menjadi “ahli waris” yang akan
mendapat seluruh atau sebagian dari warisan. Orang yang di tunjuk itu,
dinamakan “testamentaire erfgenaam” yaitu ahliwaris menurut wasiat, dan
sama halnya dengan seorang ahliwaris menurut undang-undang, ia memperoleh
segala hak dan kewajiban si meninggal “onder algemene titel” [3]
Suatu testament, juga dapat berisikan suatu “legaat,” yaitu
suatu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat di berikan dalam suatu
legaat dapat berupa:
1)
Satu
atau beberapa benda tertentu ;
2)
Seluruh
benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh benda yang bergerak ;
3)
Hak
“vruchtgebruik” atas sebagian atau seluruh warisan ;[4]
4)
Sesuatu
hak lain terhadap boedel, misalnya hak untuk memberi satu atau beberapa benda
tertentu dari boedel.[5]
Orang yang
menerima suatu legaat, dinamakan “legataris”, ia bukan ahliwaris. Karenanya ia
tidak menggantikan si meninggal dalam hak-hak dan kewajiban-kewajibannya (yang
penting: tidak diwajibkan membayar hutang-hutangnya!. Ia hanya berhak untuk
menuntut penyerahan benda atau pelaksanaan hak yang diberikan kepadanya dari
sekian ahliwaris. Pendeknya suatu legaat
memberikan suatu hak penuntutan terhadap boedel. Adakalanya, seorang legetaris
yang menerima beberapa benda di wajibkan memberikan salah satu benda itu kepada
seorang lain yang ditunjuk dalam testament. Pemberian suatu benda yang
harus ditagih dari seorang legetaris,
dinamakan suatu “sublegaat”.[6]
Biasanya
dalam suatu testament yang menunjuk beberapa orang menjadi waris, disebutkan
untuk beberapa bagian masing-masing. Suatu erfstelling berbunyi, misalnya :
“saya menunjuk X Y, dan Z (sebagai ahliwaris), masing-masing untuk sepertiga
warisan saya.” Jika dalam satu testament beberapa orang bersama-sama di
tetapkan menjadi waris, dengan tidak disebutkan bagian masing-masing, kemudian
salah seorang meninggal, maka bagian orang yang meninggal ini akan jatuh pada
waris-waris lainnya yang bersama-sama ditunjuk itu, sehinga bagian mereka yang
masih hidup ini bertambah. Begitu juga, jika dalam suatu testament di berikan
satu benda yang tidak dapat di bagi-bagi, misalnya seekor kuda kepada dua orang
bersama-sama dan kemudian salah seorang meninggal, maka benda itu akan jatuh
pada temannya untuk seluruhnya. Satu dan lain ini, dalam hukum waris dinamakan
“aanwas”.[7]
Suatu
erfstelling atau suatu legaat dapat disertai dengan suatu “beban”(“last”),
misalnya seorang di jadikan waris dengan beban untuk memberikan suatu pension
pada ibu si meninggal atau seorang diberikan seekor kuda dengan beban untuk
memberikan gaji seterusnya pada seorang bujang yang sudah lama memelihara kuda
itu. Suatu beban mengikat seorang waris atau legaataris. Ia memberikan pada
seorang untuk hak penuntutan terhadap seorang waris atau legaataris secara
perseorangan. Jadi tidak terhadap boedel.dengan begitu, apa yang dinamakan
“sublegat” sebetulnya adalah suatu beban.[8]
Suatu
erfstelling atau suatu legaat dapat juga di gantungkan pada suatu syarat
“voorwaarde” yaitu suatu kejadian di kemudian hari yang pada saat pembuatan
testament itu belum tentu akan datang atau tidak. Misalnya, seorang
dijadikan waris atau di berikan suatu barang warisan dengan syarat atau
voorwaarde, bahwa dari perkawinannya akan di lahirkan seorang anak lelaki.
Adapun tidak diperbolehkan suatu syarat yang pelaksanaannya berada dalam kekuasaan si waris atau
legaataris sendiri, misalnya syarat bahwa si waris atau legaataris itu tidk
akan pergi melihat saudaranya ke bandung. Juga tidak di perbolehkan suatu syarat
yang sama sekali tidak mungkin akan terlaksana, misalnya “langit akan jatuh
di bumi.”jika dalam suatu testament di cantumkan suatu syarat yang tidak
diperbolehkan, maka syarat itu adalah batal. Artinya ia dianggap tidak
tertulis dan testament berlaku seolah-olah tidak mengandung suatu syarat.(pasal
888).[9]
Selanjutnya suatu erfstelling atau suatu legaat dapat juga di
gantungkan pada suatu ketetapan waktu . menurut bentuknya ada tiga macam
testament, yaitu :
1. Openbaar testament, bentuk ini paling banyak di pakai,di mana orang yang meninggalkan
warisan datang menghadap pada notaris dengan di hadiri oleh dua orang saksi
menyatakan kehendaknya.[10]
2. Oligraphis testament, suatu bentuk testament yang dibuat/ditulis dengan tangan si
pewasiat sendiri (eigenhanding), yang haris disimpan atau gedeponeerd diserahkan kepada Notaris, dengan disaksikan
oleh dua orang saksi. Sebagai tanggal testamen itu berlaku diambil tanggal akte
penyerahan (akte van Depot).
Penyerahan dapat terbuka atau tertutup. Bila tertutup, kelak si
pewasiat meninggal dunia testamen harus di serahkan oleh Notaris kepada Balai
Harta Peninggalan untuk membukanya dengan membuat proses verbal.[11]
3. Testamen tertutup dan rahasia, suatu testamen rahasia harus selalu tertutup atau disegel dan
diserahkan kepada Notaris dengan di saksian oleh 4(empat) orang saksi.
Perlu diperingatkan bahwa menurut pasal 4 staatsblad tahun 1924 No.
556 bagi seorang golongan Timur Asing yang bukan Tionghoa (misalnya orang Arab)
hanya di berikan kemungkinan mempergunakan Openbaar testament.[12]
Disamping tiga macam testamen tersebut , Undang-undang mengenal
juga Codicil yaitu suatu akte bawah tangan (bukan Akte Notaris), dimana
orang yang akan meninggalkan warisan itu menetapkan hal-hal yang tidak termasuk
dalam pemberian atau pembagian warisan itu sendiri. Misalnya membuat
pesanan-pesanan tentang penguburan mayatnya, juga pengangkutan seorang executer
testamentair, lazim dilakukan dalam suatu akte di bawah tangan (Codicil).
Perlu juga di catat bahwa pembuatan suatu testament terikat oleh bentuk dan
cara-cara tertentu, jika tidak diindahkan dapat menyebabkan batalnya testament
itu.[13]
Dasar hukum testament
termaktub di dalam al quran :
Q.II : 180
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) akan mati, apabila ia mempunyai harta yang banyak, berwasiat
untuk walidani (ibu dan bapak) dan aqrabun (kaum kerabatnya), secara ma’ruf.
Ini adalah kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”[14]
Q.II : 181
“Maka barangsiapa yang menubah wasiat itu setelah ia mendengarnya,
maka sesungguhnya dosanya untuk orang-orang yang mengubahnya .”[15]
Q.V. : 182
“Akan tetapi barangsiapa khawatir terhadap orang-orang yang
berwasiat itu berlaku berat sebelah atau berbuat dosa lalu ia mendamaikan
antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya.”[16]
Didalam KUH Perdata dasar hukum mengenai wasiat atau testamen
sebagai berikut:
BAB XII/Surat Wasiat/bagian1/(ketentuan-ketentuan umum)
874. “Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia
adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang , sejauh mengenai hal
itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah.”[17]
875. “surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi
pernyataan seseorang tentang apa yang di kehendakinya terjadi setelah ia
meninggal, yang dapat di cabut kembali olehnya”[18]
876. “ketetapan-ketetapan dengan surat wasiat tentang harta benda
dapat juga dibuat secara umum, dapat juga dengan alas hak umum dan dapat juga
dengan alas hak khusus.”[19]
877. “suatu ketetapan dengan surat wasiat untuk keuntungan dengan
keluarga-keluarga sedarah yang terdekat,
atau darah terdekat dari pewaris tanpa
penjelasan lebih lanjut, dianggap telah dibuat untuk keuntungan para ahli
warisnya menurut undang-undang.[20]
C.
Hukum Penarikan Kembali dan Gugurnya Wasiat
Sebagaimana
telah diterangkan, suatu testamen dapat ditarik kembali (herroepen) setiap
waktu. Hanya pemberian warisan yang
telah diletakkan dalam suatu perjanjian perkawinan, tidak boleh di tarik
kembali. Sebab, sifatnya perjanjian perkawinan, hanya satu kali dibuat dan tak
dapat diubah atau ditarik kembali.
Seperti halnya dengan pembuatan testamen, menarik kembali suatu testamen pun orang harus mempunyai fikiran yang sehat.
Penarikan kembali atau testamen dapat dilakukan secara tegas (uitdrukkelijk)
atau secara diam-diam (stilzwijgend). Pencabutan secara tegas
terjadi dengan dibuatnya testamen baru di mana di terangkan secara tegas bahwa
testamen yang dahulu ditarik kembali.[21]
Pencabutan
dengan secara diam-diam, terjadi dengan dibuatnya testament baru yang memuat
pesan-pesan yang bertentangan dengan testament yang lama. Selanjutnya perlu di
catat, bahwa pengangkatan seorang anak yang lahir di luar perkawinan, yang di
cantumkan dalam suatu testament tidak dapat jugadi tarik kembali.[22]
D.
Hukum Pembuatan Wasiat yang Dilakukan Diluar Negeri
Hukum pembuatan wasiat yang di lakukan di luar negeri di jelaskan
dalam KUH Perdata NO.945 :
“Warga
negara Indonesia yang berada di negeri asing tidak boleh membuat wasiat selain
dengan akta otentik dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas yang berlaku
di negeri tempat akta itu dibuat.”
Namun
ia berwenang untuk membuat penetapan dengan surat dibawah tangan atas dasar dan
dengan cara seperti yang di uraikan dalam pasal 935.[23]
Pasal
935 yaitu :
“dengan
sepucuk surat di bawah tangan yang seluruhnya ditulis , diberi tanggal dan di
tandatangani oleh pewaris, dapat ditetapkan wasiat, tanpa formalitas-formalitas
lebih lanjut tetapi semata-mata hanya untuk pengangkatan para pelaksana untuk
penguburan, untuk hibah-hibah wasiat tentang pakaian-pakaian, perhiasan-perhiasan
badan tertentu dan perkakas-perkakas khusus rumah. Pencabutan surat demikian
boleh dilakukan di bawah tangan.[24]
Jadi
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembuatan testament di luar negeri
boleh dilakukan dengan ketentuan-ketentuan membuat surat di bawah tangan.
E.
Wasiat dalam Keadaan Luar Biasa
Yang
dimaksudkan wasiat dalam keadaan luar biasa adalah wasiat yang dilakukan
seseorang pada saat dirinya dalam keadaan genting seperti peperangan atau wabah
yang menimpa suatu daerah. Hal ini temaktub di dalam KUH Perdata pasal 946-948
kemudian di jelaskan oleh pasal berikutnya yaitu 949-952:
Pasal 946 :
“Dalam keadaan
perang, para tentara anggota angkatan bersenjata lain, yang berada di medan
perang ataupun di tempat yang diduduki musuh boleh membuat surat wasiat mereka
dihadapan seorang perwira yang serendah-rendahnya berpangkat letnan, atau bila
tidak ada perwira, dihadapan orang yang
di tempat itu menduduki jabatan tertinggi, di samping dua orang saksi.” [25]
Pasal 947 :
“ surat wasiat
orang-orang yang berlayar di laut,boleh dibuat dihadapan nahkoda atau mualim
kapal itu, atau mereka tidak ada, dihadapan orang yang menggantikan jabatan
mereka dengan dihadiri dua orang saksi.”[26]
Pasal 948 :
“ mereka yang
berada di tempat tempat yang dilarang berhubungan dengan dunia luar karena
berjangkitnya penyakit pes atau penyakit menular lain, boleh membuat wasiat
mereka di hadapan setiap pegawai negeri dan dua orang saksi.” [27]
Wewenang yang
sama juga diberikan kepada mereka yang jiwanya terancam akibat sakit mendadak
atau mendapat kecelakaan, pembrontakan gempa bumi, atau bencana-bencana alam
lainnya, bila dalam jarak enam pal dari tempat itu tidak ada Notaris atau bila
orang-orang yang berwenang itu tidak dapat diminta jasa-jasanya, baik karena
sedang tidak ada ditempat , maupun karena terhalang akibat terputusnya
perhubungan. Tentang keadaan-keadaan yang menyebabkan untuk membuat surat
wasiat itu harus disebutkan dalam akta tersebut.
Ketiga pasal
ini kemudian dijelaskan dalam pasal-pasal selanjutnya yang tertera di atas dan
di pasal selanjutnya itu pula terdapat penjelasan yang menyangkut prihal ketiga
pasal diatas, untuk lebih jelasnya pasal penjelas tersebut bisa pembaca buka
dalam KUH Perdata, Bagian ke 4 tentang Bentuk surat wasiat.
F.
Hal-hal yang Dapat dan Tidak Dapat Dimuat dalam Wasiat
Beberapa hal yang tidak dapat dimuat dalam wasiat(testamen) yaitu
meliputi :
2.
Wasiat
antar suami istri yang sebelum tenggang waktu 6 bulan, perkawinannya sedang
diproses di pengadilan karena belum ada izin kawin dari orang tua/wali (pasal
901 jo pasal 35 dan KUH perdata).[29]
3.
Jika
seorang janda(duda) yang telah mempunyai anak, kawin lagi maka tidak boleh ada
wasiat antar suami istri terhadap hak milik dari harta peninggalannya lebih
dari bagian anak-anaknya (pasal 903a KUH perdata ).[30]
4.
Jika
antara suami istri ada campur kekayaan maka yang dapat di wasiatkan oleh
suami/istri kepada istri/suami hanya barang-barang dari bagiannya sendiri (903
KUH Perdata)[31]
5.
Hibah
oleh seorang kepada wali atau bekas walinya, kecuali wali itu adalah keluarga
dalam garis lurus keatas, atau wali itu telah memberi pertanggung jawaban atas
perwaliannya (903 KUH perdata).[32]
6.
Wasiat
kepada teman berzinah yang telah ada putusan hakim(pasal 909 KUH perdata).[33]
G.
Definisi Hibah menurut KUH perdata dan Hibah wasiat antara suami
isteri
Hibah dalam segi pandangan KUH perdata
adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya dengan
cuma-cuma dan dengan tidak dapat di tarik kembali, menyerahkan sesuatu benda
guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Undang –undang
tidak mengakui lain-lain hibah selainnya hibah di antara orang-orang yang masih
hidup (pasal 1666). Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang baru aka
nada di kemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal (pasal
1667).[34]
Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berusaha
untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam
hibah, hibah semacam itu, sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai
batal(pasal 1668).
Suatu hibah adalah batal, jika dibuat dengan syarat bahwa si
penerima hibah akan melunasi hutang-hutang atau beban-beban lain, selainnya yang
dinyatakan dengan tegas di dalam akta hibah sendiri atau di dalam suatu daftar
yang di tempelkan padanya(pasal1670). Setiap orang di perbolehkan memberi dan
menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh undang undang
dinyatakan tak cakap untuk itu (pasal 1676). Orang orang yang belum dewasa tidak di perbolehkan
memberi hibah(pasal 1677).[35]
Penghibahan
antara suami isteri selama perkawinan dilarang kecuali pemberian-pemberian
benda bergerak yang tidak begitu tinggi dilihat dari kemampuan si pemberi
hibah(pasal 1678).[36]
Si penerima
hibah harus dewasa dan cakap untuk bertindak sebagai subjek hukum kecuali
dimaksud pasal 2 KUH perdata. Penghibahan kepada lembaga-lembaga hanya berlaku
apabila mendapat persetujuan dari presiden atau oleh Undang-undang atau
peraturan lainnya(pasal 1681 KUH perdata)[37]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Testament
merupakan suatu pernyataan yang seseorang kehendaki setelah meninggal adapun
menurut bentuknya testamen terbagi menjadi tiga pembagian yaitu; Openbaar testamen,
Oligraphis testamen, dan testamen terbuka dan rahasia. Dasar hukum
testamen dalam alqur’an telah jelas di jelaskan dalam Al-Qur’an dalam surah
ke-2 ayat 180-181 dan dalam surah ke-5 ayat 182. Dasar hukum menurut KUH
perdata termaktub dalam pasal 874-876.
Testamen bisa ditarik kembali tetapi jika testamen telah diletakkan dalam suatu
perjanjian pernikahan maka testamen tidak dapat di tarik kembali, orang
melakukan testamen di luar negeri tidak boleh dilakukan selain dengan akta
otentik, tetapi boleh di lakukan dengan ketentuan membuat surat bawah tangan, jika seseorang
dalam keadaan yang terancam bahaya karena suatu keadaan yang luar biasa maka
boleh membuat testamen tetapi dengan ketentuan yang berlaku, beberapa hal juga
bisa menggugurkan adanya testamen, testamen juga dapat terhalang oleh berbagai
masalah, dengan begitu dalam pelaksanaannya testamen juga mengandung
hukum-hukum yang mengatur maka dari itu testamen tidak boleh di lakukan dengan sembrono,
karena dapat membuat perpecahan dikala terdapat masalah,atau pihak yang di
rugikan oleh ahli waris lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cetakan ke XV, Jakarta:
Intermasa,1980,244 hal.
Soebekti R & Tjirosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek), Jakarta: Pradnya Paramita,1960, 418 hal.
Subekti, pokok-pokok hukum perdata, cetakan ke XIX, Jakarta : intermasa, 1984,246 hal.
Departemen agama, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta :
Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an 1980,1122 hal.
Soedharyo
soimin, kitab undang-undang hukum perdata, cetakan XV, (Jakarta : Sinar Grafika,
2016), 486 hal.
M.Idris
Ramulyo,Perbandingan pelaksanaan hukum kewarisan islam dengan kewarisan
menurut kitab undang-undang hukum perdata (BW),(jakarta; Sinar Grafika,
2000) 265 hal.
[1]
Subekti, pokok-pokok hukum perdata, cetakan ke XV, (Jakarta
:intermasa,1980) hal.106.
[2]
R. Subekti dan R. tjitrosudibio, Kitab Undag-undang Hukum Perdata(Burgelijk
Wetboek), Jakarta: Pradnya Paramita, 1960), hal. 210.
[3]
Subekti, Op.cit., hal. 107.
[4]Ibid.,
107
[6]
Ibid.
[7]
ibid,.108
[8]
Ibid.
[17]
Soedharyo soimin, kitab undang-undang hukum perdata, cetakan XV,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2016), hal 226.
[20]
Ibid.,
[21]
Subekti Op.cit. hal 111.
[23]
Shoedharyo soimin, Op.cit, hal.242.
[24]
Ibid., hal.239.
[26]
Ibid.,
[27]
Ibid.,
[28]
Subekti,Op.cit hal 112
[29]
Soedaryo soimin,Op.cit hal 230.
[30]
Ibid.,hal 231.
[31]
Ibid.,
[32]
Ibid.,
[33]
Ibid.,hal 232.
[34]
M.Idris Ramulyo,Perbandingan pelaksanaan hukum kewarisan islam dengan
kewarisan menurut kitab undang-undang hukum perdata (BW),(jakarta; Sinar
Grafika, 2000) hal 153.
[35]
Ibid., hal 154.
[37]M.Idris
Ramulyo,Op.cit, hal.154.
0 Komentar