Hukum Testemen (wasiat) dan Hibah

Hukum Testemen (wasiat) dan Hibah




MAKALAH
HUKUM TESTAMEN (WASIAT) DAN HIBAH
Mata kuliah : Hukum Perdata
Dosen Pengampu : Muhammad Shoim



logo




FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

      A.    Latar Belakang
Ketika seseorang meninggal dunia maka semua harta kekayaan di dunia yang ia miliki semasa hidup di tinggalkan, harta peninggalan tersebut berubah menjadi harta warisan, harta ini dapat di bagi ke sanak saudara dan keluarga tetapi dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, ketentuan-ketentuan tersebut di dalam hukum islam termaktub dalam hukum mawaris.
Di dalam ilmu mawaris terdapat istilah wasiat atau testament yaitu sebuah surat yang di tulis oleh seseorang sebelum seseorang tersebut wafat, tetapi dalam hal ini sering terjadi permasalahan yang berkaitan dengan proses pembagian harta karena perbedaan penafsiran tentang surat wasiat maupun hibah yang sah menurut hukum islam dan selaras dengan hukum negara.
Dalam pembahasan kali ini akan di paparkan mengenai hukum testament menurut pandangan hukum perdata  mulai dari subtansi hukum testament dan cangkupan hukum tersebut beserta subtansi dari hukum hibah karena melihat bahwa kedua bahasan ini saling berkaitan satu sama lain, dan juga perbandingan hukum testament hukum islam dengan hukum perdata (BW).

      B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan testamen dan hibah?
2.      Apa saja subtansi dan dasar hukum yang mengatur wasiat?
3.      Bagaimana penarikan kembali dan gugurnya wasiat?
4.      Hukum pembuatan wasiat yang di lakukan di luar negri?
5.      Wasiat dalam keadaan luar biasa?
6.      Hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan dalam wasiat?
7.      Bagaimana hibah wasiat antara suami dan istri?



       C.    Tujuan Makalah
1.      Guna memenuhi tugas makalah mata kuliah hukum perdata.
2.      Dapat menjelaskan prihal apa yang di maksud dengan testament(wasiat)
3.      Memberikan pengertian tentang hibah beserta subtansinya.
4.      Dapat memberikan wawasan tentang wasiat,hibah dan hukum keduanya .



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Testamen (wasiat)
Wasiat atau testamen ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki  setelahnya ia meninggal. Pada asasnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh orang yang membuatnya. Dengan sendirinya, dapat di mengerti bahwa tidak segala yang di kehendaki oleh seseorang, sebagaimana diletakkan dalam wasiatnya itu, juga diperbolehkan atau dapat dilaksanakan. Pasal 874 B.W. yang menerangkan tentang arti wasiat atau testament, memang sudah mengandung suatu syarat, bahwa isi pernyataan itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang . pembatasan penting, misalnya terletak dalam pasal-pasal tentang “legitieme portie” yaitu bagian warisan yang sudah di tetapkan menjadi hak para ahliwaris dalam garis lencang dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.[1]
B.     Subtansi dan Dasar Hukum
Legitieme portie atau bagian mutlak adalah semua bagian dari harta peninggalan yang harus di berikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal dunia tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pembagian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat.[2]
Yang paling lazim suatu testamen berisi apa yang dinamakan suatu “erfstelling,” yaitu penunjukan seorang atau beberapa orang menjadi “ahli waris” yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan. Orang yang di tunjuk itu, dinamakan “testamentaire erfgenaam” yaitu ahliwaris menurut wasiat, dan sama halnya dengan seorang ahliwaris menurut undang-undang, ia memperoleh segala hak dan kewajiban si meninggal “onder algemene titel” [3]
Suatu testament, juga dapat berisikan suatu “legaat,” yaitu suatu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat di berikan dalam suatu legaat dapat berupa:
1)      Satu atau beberapa benda tertentu ;
2)      Seluruh benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh benda yang bergerak ;
3)      Hak “vruchtgebruik” atas sebagian atau seluruh warisan ;[4]
4)      Sesuatu hak lain terhadap boedel, misalnya hak untuk memberi satu atau beberapa benda tertentu dari boedel.[5]

Orang yang menerima suatu legaat, dinamakan “legataris”, ia bukan ahliwaris. Karenanya ia tidak menggantikan si meninggal dalam hak-hak dan kewajiban-kewajibannya (yang penting: tidak diwajibkan membayar hutang-hutangnya!. Ia hanya berhak untuk menuntut penyerahan benda atau pelaksanaan hak yang diberikan kepadanya dari sekian ahliwaris. Pendeknya  suatu legaat memberikan suatu hak penuntutan terhadap boedel. Adakalanya, seorang legetaris yang menerima beberapa benda di wajibkan memberikan salah satu benda itu kepada seorang lain yang ditunjuk dalam testament. Pemberian suatu benda yang harus  ditagih dari seorang legetaris, dinamakan suatu “sublegaat”.[6]

Biasanya dalam suatu testament yang menunjuk beberapa orang menjadi waris, disebutkan untuk beberapa bagian masing-masing. Suatu erfstelling berbunyi, misalnya : “saya menunjuk X Y, dan Z (sebagai ahliwaris), masing-masing untuk sepertiga warisan saya.” Jika dalam satu testament beberapa orang bersama-sama di tetapkan menjadi waris, dengan tidak disebutkan bagian masing-masing, kemudian salah seorang meninggal, maka bagian orang yang meninggal ini akan jatuh pada waris-waris lainnya yang bersama-sama ditunjuk itu, sehinga bagian mereka yang masih hidup ini bertambah. Begitu juga, jika dalam suatu testament di berikan satu benda yang tidak dapat di bagi-bagi, misalnya seekor kuda kepada dua orang bersama-sama dan kemudian salah seorang meninggal, maka benda itu akan jatuh pada temannya untuk seluruhnya. Satu dan lain ini, dalam hukum waris dinamakan “aanwas”.[7]

Suatu erfstelling atau suatu legaat dapat disertai dengan suatu “beban”(“last”), misalnya seorang di jadikan waris dengan beban untuk memberikan suatu pension pada ibu si meninggal atau seorang diberikan seekor kuda dengan beban untuk memberikan gaji seterusnya pada seorang bujang yang sudah lama memelihara kuda itu. Suatu beban mengikat seorang waris atau legaataris. Ia memberikan pada seorang untuk hak penuntutan terhadap seorang waris atau legaataris secara perseorangan. Jadi tidak terhadap boedel.dengan begitu, apa yang dinamakan “sublegat” sebetulnya adalah suatu beban.[8]

Suatu erfstelling atau suatu legaat dapat juga di gantungkan pada suatu syarat “voorwaarde” yaitu suatu kejadian di kemudian hari yang pada saat pembuatan testament itu belum tentu akan datang atau tidak. Misalnya, seorang dijadikan waris atau di berikan suatu barang warisan dengan syarat atau voorwaarde, bahwa dari perkawinannya akan di lahirkan seorang anak lelaki. Adapun tidak diperbolehkan suatu syarat yang pelaksanaannya  berada dalam kekuasaan si waris atau legaataris sendiri, misalnya syarat bahwa si waris atau legaataris itu tidk akan pergi melihat saudaranya ke bandung. Juga tidak di perbolehkan suatu syarat yang sama sekali tidak mungkin akan terlaksana, misalnya “langit akan jatuh di bumi.”jika dalam suatu testament di cantumkan suatu syarat yang tidak diperbolehkan, maka syarat itu adalah batal. Artinya ia dianggap tidak tertulis dan testament berlaku seolah-olah tidak mengandung suatu syarat.(pasal 888).[9]

Selanjutnya suatu erfstelling atau suatu legaat dapat juga di gantungkan pada suatu ketetapan waktu . menurut bentuknya ada tiga macam testament, yaitu :
1.      Openbaar testament, bentuk ini paling banyak di pakai,di mana orang yang meninggalkan warisan datang menghadap pada notaris dengan di hadiri oleh dua orang saksi menyatakan kehendaknya.[10]
2.      Oligraphis testament, suatu bentuk testament yang dibuat/ditulis dengan tangan si pewasiat sendiri (eigenhanding), yang haris disimpan atau  gedeponeerd  diserahkan kepada Notaris, dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Sebagai tanggal testamen itu berlaku diambil tanggal akte penyerahan (akte van Depot).
Penyerahan dapat terbuka atau tertutup. Bila tertutup, kelak si pewasiat meninggal dunia testamen harus di serahkan oleh Notaris kepada Balai Harta Peninggalan untuk membukanya dengan membuat proses verbal.[11]
3.      Testamen tertutup dan rahasia, suatu testamen rahasia harus selalu tertutup atau disegel dan diserahkan kepada Notaris dengan di saksian oleh 4(empat) orang saksi.
Perlu diperingatkan bahwa menurut pasal 4 staatsblad tahun 1924 No. 556 bagi seorang golongan Timur Asing yang bukan Tionghoa (misalnya orang Arab) hanya di berikan kemungkinan mempergunakan Openbaar  testament.[12]
Disamping tiga macam testamen tersebut , Undang-undang mengenal juga Codicil yaitu suatu akte bawah tangan (bukan Akte Notaris), dimana orang yang akan meninggalkan warisan itu menetapkan hal-hal yang tidak termasuk dalam pemberian atau pembagian warisan itu sendiri. Misalnya membuat pesanan-pesanan tentang penguburan mayatnya, juga pengangkutan seorang executer testamentair, lazim dilakukan dalam suatu akte di bawah tangan (Codicil). Perlu juga di catat bahwa pembuatan suatu testament terikat oleh bentuk dan cara-cara tertentu, jika tidak diindahkan dapat menyebabkan batalnya testament itu.[13]
Dasar  hukum testament termaktub di dalam al quran :
Q.II : 180
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) akan mati, apabila ia mempunyai harta yang banyak, berwasiat untuk walidani (ibu dan bapak) dan aqrabun (kaum kerabatnya), secara ma’ruf. Ini adalah kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”[14]
Q.II : 181
“Maka barangsiapa yang menubah wasiat itu setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya untuk orang-orang yang mengubahnya .”[15]
Q.V. : 182
“Akan tetapi barangsiapa khawatir terhadap orang-orang yang berwasiat itu berlaku berat sebelah atau berbuat dosa lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya.”[16]
Didalam KUH Perdata dasar hukum mengenai wasiat atau testamen sebagai berikut:
BAB XII/Surat Wasiat/bagian1/(ketentuan-ketentuan umum)
874. “Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang , sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah.”[17]
875. “surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang di kehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat di cabut kembali olehnya”[18]
876. “ketetapan-ketetapan dengan surat wasiat tentang harta benda dapat juga dibuat secara umum, dapat juga dengan alas hak umum dan dapat juga dengan alas hak khusus.”[19]
877. “suatu ketetapan dengan surat wasiat untuk keuntungan dengan keluarga-keluarga sedarah  yang terdekat, atau darah terdekat dari pewaris  tanpa penjelasan lebih lanjut, dianggap telah dibuat untuk keuntungan para ahli warisnya menurut undang-undang.[20]
C.    Hukum Penarikan Kembali dan Gugurnya Wasiat

Sebagaimana telah diterangkan, suatu testamen dapat ditarik kembali (herroepen) setiap waktu. Hanya  pemberian warisan yang telah diletakkan dalam suatu perjanjian perkawinan, tidak boleh di tarik kembali. Sebab, sifatnya perjanjian perkawinan, hanya satu kali dibuat dan tak dapat diubah atau ditarik  kembali. Seperti halnya dengan pembuatan testamen, menarik kembali suatu testamen  pun orang harus mempunyai fikiran yang sehat. Penarikan kembali atau testamen dapat dilakukan secara tegas (uitdrukkelijk) atau secara diam-diam (stilzwijgend). Pencabutan secara tegas terjadi dengan dibuatnya testamen baru di mana di terangkan secara tegas bahwa testamen yang dahulu ditarik kembali.[21]

Pencabutan dengan secara diam-diam, terjadi dengan dibuatnya testament baru yang memuat pesan-pesan yang bertentangan dengan testament yang lama. Selanjutnya perlu di catat, bahwa pengangkatan seorang anak yang lahir di luar perkawinan, yang di cantumkan dalam suatu testament tidak dapat jugadi tarik kembali.[22]


D.    Hukum Pembuatan Wasiat yang Dilakukan Diluar Negeri
Hukum pembuatan wasiat yang di lakukan di luar negeri di jelaskan dalam KUH Perdata  NO.945 :
“Warga negara Indonesia yang berada di negeri asing tidak boleh membuat wasiat selain dengan akta otentik dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas yang berlaku di negeri tempat akta itu dibuat.”
Namun ia berwenang untuk membuat penetapan dengan surat dibawah tangan atas dasar dan dengan cara seperti yang di uraikan dalam pasal 935.[23]
Pasal 935 yaitu :
“dengan sepucuk surat di bawah tangan yang seluruhnya ditulis , diberi tanggal dan di tandatangani oleh pewaris, dapat ditetapkan wasiat, tanpa formalitas-formalitas lebih lanjut tetapi semata-mata hanya untuk pengangkatan para pelaksana untuk penguburan, untuk hibah-hibah wasiat tentang pakaian-pakaian, perhiasan-perhiasan badan tertentu dan perkakas-perkakas khusus rumah. Pencabutan surat demikian boleh dilakukan di bawah tangan.[24]

Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembuatan testament di luar negeri boleh dilakukan dengan ketentuan-ketentuan membuat surat di bawah tangan.
E.     Wasiat dalam Keadaan Luar Biasa
Yang dimaksudkan wasiat dalam keadaan luar biasa adalah wasiat yang dilakukan seseorang pada saat dirinya dalam keadaan genting seperti peperangan atau wabah yang menimpa suatu daerah. Hal ini temaktub di dalam KUH Perdata pasal 946-948 kemudian di jelaskan oleh pasal berikutnya yaitu 949-952:
Pasal 946 :
“Dalam keadaan perang, para tentara anggota angkatan bersenjata lain, yang berada di medan perang ataupun di tempat yang diduduki musuh boleh membuat surat wasiat mereka dihadapan seorang perwira yang serendah-rendahnya berpangkat letnan, atau bila tidak ada perwira, dihadapan  orang yang di tempat itu menduduki jabatan tertinggi, di samping dua orang saksi.” [25]
Pasal 947 :
“ surat wasiat orang-orang yang berlayar di laut,boleh dibuat dihadapan nahkoda atau mualim kapal itu, atau mereka tidak ada, dihadapan orang yang menggantikan jabatan mereka dengan dihadiri dua orang saksi.”[26]
Pasal 948 :
“ mereka yang berada di tempat tempat yang dilarang berhubungan dengan dunia luar karena berjangkitnya penyakit pes atau penyakit menular lain, boleh membuat wasiat mereka di hadapan setiap pegawai negeri dan dua orang saksi.”                                                         [27]
Wewenang yang sama juga diberikan kepada mereka yang jiwanya terancam akibat sakit mendadak atau mendapat kecelakaan, pembrontakan gempa bumi, atau bencana-bencana alam lainnya, bila dalam jarak enam pal dari tempat itu tidak ada Notaris atau bila orang-orang yang berwenang itu tidak dapat diminta jasa-jasanya, baik karena sedang tidak ada ditempat , maupun karena terhalang akibat terputusnya perhubungan. Tentang keadaan-keadaan yang menyebabkan untuk membuat surat wasiat itu harus disebutkan dalam akta tersebut.
Ketiga pasal ini kemudian dijelaskan dalam pasal-pasal selanjutnya yang tertera di atas dan di pasal selanjutnya itu pula terdapat penjelasan yang menyangkut prihal ketiga pasal diatas, untuk lebih jelasnya pasal penjelas tersebut bisa pembaca buka dalam KUH Perdata, Bagian ke 4 tentang Bentuk surat wasiat.



F.     Hal-hal yang Dapat dan Tidak Dapat Dimuat dalam Wasiat
Beberapa hal yang tidak dapat dimuat dalam wasiat(testamen) yaitu meliputi :
1.      Fidei commis, kecuali yang diatur dalam pasal 973-988 KUH Perdata, dan fidei comnis recidu.[28]
2.      Wasiat antar suami istri yang sebelum tenggang waktu 6 bulan, perkawinannya sedang diproses di pengadilan karena belum ada izin kawin dari orang tua/wali (pasal 901 jo pasal 35 dan KUH perdata).[29]
3.      Jika seorang janda(duda) yang telah mempunyai anak, kawin lagi maka tidak boleh ada wasiat antar suami istri terhadap hak milik dari harta peninggalannya lebih dari bagian anak-anaknya (pasal 903a KUH perdata ).[30]
4.      Jika antara suami istri ada campur kekayaan maka yang dapat di wasiatkan oleh suami/istri kepada istri/suami hanya barang-barang dari bagiannya sendiri (903 KUH Perdata)[31]
5.      Hibah oleh seorang kepada wali atau bekas walinya, kecuali wali itu adalah keluarga dalam garis lurus keatas, atau wali itu telah memberi pertanggung jawaban atas perwaliannya (903 KUH perdata).[32]
6.      Wasiat kepada teman berzinah yang telah ada putusan hakim(pasal 909 KUH perdata).[33]

G.    Definisi Hibah menurut KUH perdata dan Hibah wasiat antara suami isteri
     Hibah dalam segi pandangan KUH perdata adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat di tarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Undang –undang tidak mengakui lain-lain hibah selainnya hibah di antara orang-orang yang masih hidup (pasal 1666). Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang baru aka nada di kemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal (pasal 1667).[34]

Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berusaha untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah, hibah semacam itu, sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal(pasal 1668).

Suatu hibah adalah batal, jika dibuat dengan syarat bahwa si penerima hibah akan melunasi hutang-hutang atau beban-beban lain, selainnya yang dinyatakan dengan tegas di dalam akta hibah sendiri atau di dalam suatu daftar yang di tempelkan padanya(pasal1670). Setiap orang di perbolehkan memberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh undang undang dinyatakan tak cakap untuk itu (pasal 1676). Orang orang  yang belum dewasa tidak di perbolehkan memberi hibah(pasal 1677).[35]

Penghibahan antara suami isteri selama perkawinan dilarang kecuali pemberian-pemberian benda bergerak yang tidak begitu tinggi dilihat dari kemampuan si pemberi hibah(pasal 1678).[36]
Si penerima hibah harus dewasa dan cakap untuk bertindak sebagai subjek hukum kecuali dimaksud pasal 2 KUH perdata. Penghibahan kepada lembaga-lembaga hanya berlaku apabila mendapat persetujuan dari presiden atau oleh Undang-undang atau peraturan lainnya(pasal 1681 KUH perdata)[37]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Testament merupakan suatu pernyataan yang seseorang kehendaki setelah meninggal adapun menurut bentuknya testamen terbagi menjadi tiga pembagian yaitu; Openbaar testamen, Oligraphis testamen, dan testamen terbuka dan rahasia. Dasar hukum testamen dalam alqur’an telah jelas di jelaskan dalam Al-Qur’an dalam surah ke-2 ayat 180-181 dan dalam surah ke-5 ayat 182. Dasar hukum menurut KUH perdata termaktub dalam pasal  874-876. Testamen bisa ditarik kembali tetapi jika testamen telah diletakkan dalam suatu perjanjian pernikahan maka testamen tidak dapat di tarik kembali, orang melakukan testamen di luar negeri tidak boleh dilakukan selain dengan akta otentik, tetapi boleh di lakukan dengan ketentuan  membuat surat bawah tangan, jika seseorang dalam keadaan yang terancam bahaya karena suatu keadaan yang luar biasa maka boleh membuat testamen tetapi dengan ketentuan yang berlaku, beberapa hal juga bisa menggugurkan adanya testamen, testamen juga dapat terhalang oleh berbagai masalah, dengan begitu dalam pelaksanaannya testamen juga mengandung hukum-hukum yang mengatur maka dari itu testamen tidak boleh di lakukan dengan sembrono, karena dapat membuat perpecahan dikala terdapat masalah,atau pihak yang di rugikan oleh ahli waris lainnya.




DAFTAR PUSTAKA
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cetakan ke XV, Jakarta: Intermasa,1980,244 hal.
Soebekti R & Tjirosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Jakarta: Pradnya Paramita,1960, 418 hal.
Subekti, pokok-pokok hukum perdata, cetakan ke XIX,  Jakarta : intermasa, 1984,246  hal.
Departemen agama, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an 1980,1122 hal.
Soedharyo soimin, kitab undang-undang hukum perdata, cetakan XV, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016), 486 hal.

M.Idris Ramulyo,Perbandingan pelaksanaan hukum kewarisan islam dengan kewarisan menurut kitab undang-undang hukum perdata (BW),(jakarta; Sinar Grafika, 2000) 265 hal.




[1] Subekti, pokok-pokok hukum perdata, cetakan ke XV, (Jakarta :intermasa,1980) hal.106.
[2] R. Subekti dan R. tjitrosudibio, Kitab Undag-undang Hukum Perdata(Burgelijk Wetboek), Jakarta: Pradnya Paramita, 1960), hal. 210.
[3] Subekti, Op.cit., hal. 107.
[4]Ibid., 107
[5]  Ibid.,107.
[6] Ibid.
[7] ibid,.108
[8] Ibid.
[9]   Ibid.,109
[10]  Subekti, pokok-pokok hukum perdata, cetakan ke XIX,  (Jakarta :intermasa, 1984) hal 108.
[11]  Ibid.
[12]  Ibid.
[13]  Ibid. hal 111.
[14]  Departemen Agama, Al-Quran dan terhemahannya, (Jakarta : Bumi Restu,1974), hal 44.
[15]  Ibid.
[16]  Ibid,. hal .180.
[17] Soedharyo soimin, kitab undang-undang hukum perdata, cetakan XV, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016), hal 226.
[18]  Ibid.,
[19]  Ibid.,
[20] Ibid.,
[21] Subekti Op.cit. hal 111.
[22]  Ibid, hal. 111.
[23] Shoedharyo soimin, Op.cit, hal.242.
[24] Ibid., hal.239.
[25]  Ibid.,hal.242.
[26] Ibid.,
[27] Ibid.,
[28] Subekti,Op.cit hal 112
[29] Soedaryo soimin,Op.cit hal 230.
[30] Ibid.,hal 231.
[31] Ibid.,
[32] Ibid.,
[33] Ibid.,hal 232.
[34] M.Idris Ramulyo,Perbandingan pelaksanaan hukum kewarisan islam dengan kewarisan menurut kitab undang-undang hukum perdata (BW),(jakarta; Sinar Grafika, 2000) hal 153.
[35] Ibid., hal 154.
[36]  Subekti dan tjirosudibio,Op.cit.,hal.376.
[37]M.Idris Ramulyo,Op.cit, hal.154.

Posting Komentar

0 Komentar