Pembunuhan Sengaja (Qath Amd)
|
PENDAHULUAN
Kejahatan ada di dunia ini
bersama-sama dengan adanya manusia. Kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam
kehidupan manusia. Disisi lain manusia ingin tentram, tertib, damai, dan
berkeadilan. Artinya, tidak diganggu oleh perbuatan jahat. Untuk itu, semua
muslim wajib mempertimbangkan dengan akal sehat setiap langkah dan perilakunya,
sehingga mampu memisahkan antara perilaku yang dibenarkan,( halal ) dengan
perbuatan yang disalahkan ( haram ). Di dalam ajaran islam bahasan-bahasan
tentang kejahatan manusia berikut upaya preventif dan represif dijelaskan di
dalam fiqih Jinayah.
Secara garis besar pembunuhan
dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan semi
sengaja dan pembunuhan tersalah. Dimana masing-masing jarimah pembunuhan
teresbut memiliki sanksi atau hukuman atas apa yang diperbuat. Seperti jarimah
pembunuhan sengaja atau qath al amd, yang hukumannya adalah qishas dan
lain sebagainya yang akan dijelaskan di makalah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Definisi Dari Pembunuhan
Sengaja (Qath Al Amd)
2.
Apa Sajakan Unsur-Unsur Pembunuhan
Sengaja (Qath Al Amd)
3. Apa
Dasar Hukum Pembunuhan Sengaja (Qath Al Amd)
4. Apa
Sanksi Pembunuhan
Sengaja (Qath Al Amd)
5. Apa
Hikmah Pembunuhan
Sengaja (Qath Al Amd)
C.
Tujuan Penulisan
Untuk memberikan bahan bacaan dan
bahan pembelajaran bagi pembaca maupun bagi pemakalah sendiri, serta memberikan
gambaran bahwa hak hidup seseorang dalam islam sangat dihargai dan dijunjung
tinggi.
PEMBAHSAN
a.
Pengertian pembunuhan sengaja (Qath
Al ‘Amd)
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia
diartikan dengan proses, perbuatan atau cara membunuh. Sedangkan pengertian
membunuh adalah mematikan menghilangkan (menghabisi ; mencabut) nyawa.[1]
Seperti yang
dikutip oleh Ahmad Wardi Muslich Abdul QadirAudah memberikan Definisi
pembunuhan sebagai berikut.
Pembunuhan
adalah perbuatan manusia yang menghilangkan kehidupan yakni pembunuhan itu
adalah menghilangkan nyawa manusia dengan sebab perbuatan manusia yang lain[2].
Dari definisi
tersebut Ahmad Wardi Muslich mengambil intisari bahwa membunuhan adalah perbuatan seseorang
terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut
dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.[3]
Pembunuhan
menurut jumhur ulama’ dibagi kepada dua bagian sebagai berikut :
a. Pembunuhan sengaja (قَتْلُ عَمْدٍ)
b.Pembunuhan semi menyerupai sengaja (قَتْلُ
شِبْهِ عَمْدٍ ), dan
c.
Pembunuhan
karena kesalahan (قَتْلُ خَطَإٍ)[4].
Pembunuhan
dengan sengaja atau qathul amdi, yaitu perampasan nyawa seseorang yang dilakukan
dengan sengaja. Pembunuh merencanakan pembunuhannya.[5]
Sedangkan
menurut zainuddin ali didalam bukunya menjelaskan bahwa pembunuhan dengan
sengaja Pembunuhan dengan sengaja (amd) adalah perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat
yang dipandang layak untuk membunuh.[6]
Menurut jumhur
ahli fiqhi, pembunuhan sengaja ialah pemukulan benda tajam atau benda
yang tidak tajam. Yang dimaksud dengan benda tajam adalah benda yang bisa
memotong dan menembus tubuh, seperti pedang, pisau dan serupanya. Sedangkan
benda yang tidak tajam adalah benda yang tidak diduga kuat bias menghilangkan
nyawa bila digunakan (untuk menghantam), seperti batu besar dan kayu besar.[7]
Adapun menurut
Hanafiyah, mereka mendefinisikan pembunuhan dengan sengaja adalah memukul
korban pada bagian tubuhnya yang mana saja dengan alat yang dapat menembusnya,
seperti pedang, bambu runcing dan api. Sedangkan pembunuhan dengan benda berat
(seperti batu), menurut mereka, tidak dianggap sebagai pembunuhan dengan
sengaja[8]
Menurut asbullah Bakri adalah suatu perbuatan yang
disertai niat (direncanakan) sebelumnya untuk menghilangkan nyawa orang lain. Dengan
menggunakan alat-alat yang dapat mematikan, seperti golok, kayu runcing, besi
pemukul, dan sebagainya, dengan sebab-sebab yang tidak dibenarkan oleh
ketentuan Hukum[9].
b.
Unsur- unsur
pembunuhan sengaja
Adapun
unsur pembunuhan sengaja ada tiga:
1. Korban
yang dibunuh adalah manusia yang hidup.
Salah satu unsur dari pembunuhan
disengaja adalah korban harus berupa manusia yang hidup. Dengan demikian
apabila korban bukan manusia atau manusia tetapi ia sudah meninggal lebih
dahulu maka pelaku bisa dibebaskan dari hukuman qiṣāṣ atau dari hukuman-hukuman
yang lain, akan tetapi korban dibunuh dalam keadaan sekarat maka pelaku dapat
dikenakan hukuman. Karena orang yang sedang sekarat termasuk orang yang masih
hidup. Kalau korban itu merupakan janin yang masih dalam kandungan maka ia
belum dianggap manusia yang hidup mandiri, sehinnga kasus ini dikelompokkan
kedalam jarimah tersendiri.
2. Kematian
adalah hasil dari perbuatan pelaku
Antara perbuatan dan kematian terdapat
hubungan sebab akibat, yaitu bahwa kematian yang terjadi merupakan akibat dari
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Apabila hubungan tersebut terputus
artinya kematian disebabkan oleh hal lain, maka pelaku tidak anggap sebagai
pembunuh sengaja[10].
Dalam hal ini tidak ada keharusan bahwa pembunuhan tersebut harus dilakukan
dengan cara-cara tertentu, namun demikian , para ulama mengaitkan pelakunya
dengan alat yang dipakai ketika melakukan pembunuhan haruslah yang lazim dapat
menimbulkan kematian.
Kalau alat yang dipakai keluar dari
kelaziman (tidak umum) sebagai alat pembunuhan, hal itu akan mengundang syubhat,
sedangkan syubhat harus dihindari[11].
Akan tetapi menurut imam malik, setiap alat apa saja yang mengakibatkan
kematian, dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila perbuatannya dilakukan
dengan sengaja[12].
3. Pelaku
tersebut menghendaki adanya kematian
Keinginan atau kesengajaan pelaku
merupakan iktikad jahat untuk menghilangkan nyawa si korban.Kematian tersebut
merupakan bagian scenario dari perbutannya, artinya kematian tersebut memang
dikehendaki.Sebagai tujuan akhirnya.Kalu kematian korban itu tidak diniati atau
bukan tujuannya. Kasus tersebut tidak dapat disebut sebagai pembunuhan
sengaja.Niat jahat pelaku memang sulit dibuktikan, karena memang niat merupakan
hal yang abstrak dan tidak dapat dilihat, namun dari penelusuran yang cermat.
Niat tersebut akan ditemui berdasarkan perencanaan, uasaha-usaha untuk
melancarkan usah tersebut, dan juga alat yang dipakainya untuk membunuh[13].
c.
Dasar hukum Pembunuhan
Sengaja
Segala bentuk
pembunuhan adalah suatu yang tidak dibenarkan dalam agama islam. pembunuhan
yang tidak dibenarkan oleh syara’ adalah yang diharamkan oleh Allah dan
Rasulullah saw.,[14]
Allah
swt., berfirman didalam QS al-Isra’/17: 33.
وَلا تَقْتُلُوا
النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا
فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ
كَانَ مَنْصُورًا (٣٣)
dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan
Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas
dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa
jiwa terbagi dua. Pertama, jiwa yang ilindungi karena diharamkan untuk
dihilangkan tanpa alasan yang sah. Kedua, jiwa (nyawa) yang boleh dihilangkan
karena terdapat alasan untuk dilenyapkan, misalnya kepada orang yang muhsan melakukan
perzinahan, pembunuh disengaja, murtad, pelaku hirabah, dan sejenisnya.
وَمَنْ يَقْتُلْ
مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ
عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا (٩٣)
dan Barangsiapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan
Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar
baginya.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ
دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ
اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ
وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
) رواه البخاري ومسلم(
Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia
berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Tidak halal darah
seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa saya
(Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga
sebab : Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan
meninggalkan agamanya berpisah dari jamaahnya. (Riwayat Bukhori dan Muslim)
d.
Sanksi
Pembunuhan Sengaja
Maksud adanya
hukuman adalah untuk memelihara dan menciptakan kemaslahatan dan menjaga mereka
dari hal-hak yang mafsadah karena Islam itu sebagai rahmatan lil‟alamin untuk
memberi petunjuk dan pelajaran kepada manusia.
Hukuman
ditetapkan demikian untuk memperbaiki individu, menjadi masyarakat dan tertib
sosial dalam hal ini penerapan hukuman pada pembunuhan yang telah dilakukan.
Adapun hukuman yang dikenakan untuk masing-masing pembunuhan yang telah
ditetapkan antara lain :[15]
Jenis hukuman
yang menyangkut tindak pidana kriminal dalam hukum pidana Islam terbagi atas
dua bagian, yaitu:
1. ketentuan
hukuman yang pasti mengenai berat ringannya hukuman termasuk qishas dan diyat
yang tercantum didalam al-Quran dan hadits, hal dimaksud disebut hudud,
2. ketentuan
hukuman yang dibuat oleh hakim melalui putusannya yang disebut hukuman tazir.
Hukum publik
dalam ajaran Islam adalah jinayah yang memuat aturan mengenai perbuatan yang
diancam dengan hukuman, baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah tazir.
Jarimah adalah perbuatan tindak pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan
pidana yang mempunyai bentuk dan batas hukumannya didalam al-Quran dan sunnah
nabi Muhammad saw., lain halnya jarimah ta’zir. Jarimah ta’zir
adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh
penguasa (hakim) sebagai pelajaran kepada pelakunya. [16]
Adapun dasar dalil pembunuhan
sengaja, yakni sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ
وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأنْثَى بِالأنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ
شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ
تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ
عَذَابٌ أَلِيمٌ (١٧٨)
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat
pedih.
Dalam ayat di
atas dijelaskan bahwa Qishaash ialah
mengambil pembalasan yang sama. Dalam Hukum Islam hukuman pokok bagi pembunuhan
sengaja adalah qiṣāṣ
apabila
keluarga korban menghapus hukuman pokok ini hukuman penggantinya adalah berupa
hukuman diyāt,
yaitu dengan menbayar denda berupa 100 (seratus) ekor unta yang terdiri dari :
a.
30 ekor unta
hiqqah ( umur 3-4tahun),
b.
30 ekor unta jadzaah
(umur 4-5 tahun) dan
c.
40 unta yang
sedang bunting,
selain
itu diyāt dapat dilakukan dengan:
a.
membayar diyāt 200
ekor sapi. Atau
b.
dua ribu kambing, atau
c.
uang emas seribu
dinar, atau
d.
uang perak sebesar dua belas ribu dirham[17].
Diyāt pun
seandainya bila dimaafkan dapat dihapuskan dan sebagai penggantinya, hakim
menjatuhkan hukuman ta‟zir,
dalam memberikan hukuman ta‟zir,
hakim
diberi kebebasan untuk memilih mana yang lebih maslahat, setelah
mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan tindak pidana yang
dilakukan oleh pelaku. Jadi, qiṣāṣ sebagai hukuman pokok
mempunyai dua hukuman pengganti, yaitu diyātdan ta’zir[18].
Disamping hukuman pokok dan pengganti, terdapat pula hukuman tambahan untuk
pembunuhan sengaja, yaitu penghapusan hak waris dan wasiat.
e.
Hikmah
1. Dapat
memberikan pelajaran bagi kita bahwa neraca keadilan harus ditegakkan. Betapa
tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa, anggota badan
juga diganti dengan anggota badan.[19]
2. Dapat
memelihara keamanan dan ketertiban. Karena dengan adanya qishash orang akan
berfikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana pembunuhan ataupun
penganiayaan. Disinilah qishash memiliki peran penting dalam menjauhkan manusia
dari nafsu membunuh ataupun menganiaya orang lain, hingga akhirnya manusia akan
merasakan atmosfer kehidupan yang penuh dengan keamanan, kedamaian dan
ketertiban.
3. Dapat
mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang terjadinya pertumpahan
darah. Dalam konteks ini qishash memiliki andil besar membantu program negara
dalam usaha memberantas berbagai macam praktik kejahatan hingga ketentraman dan
keamanan masyarakat terjamin.
PENUTUP
Simpulan
Pembunuhan
dengan sengaja atau qathul amdi, yaitu perampasan nyawa seseorang yang
dilakukan dengan sengaja. Pembunuh merencanakan pembunuhannya. Dengan
menggunakan alat yang bisa mengakibatkan hilangnya seseorang.
Adapun
unsur pembunuhan sengaja ada tiga:
1.
Korban yang
dibunuh adalah manusia yang hidup
2. Kematian
adalah hasil dari perbuatan pelaku
3. Pelaku
tersebut menghendaki adanya kematian
Segala
bentuk pembunuhan adalah suatu yang tidak dibenarkan dalam agama islam.
pembunuhan yang tidak dibenarkan oleh syara’ adalah yang diharamkan oleh Allah
dan Rasulullah saw., Allah swt. Dalam Hukum
Islam hukuman pokok bagi pembunuhan sengaja adalah qiṣāṣ apabila keluarga
korban menghapus hukuman pokok ini hukuman penggantinya adalah berupa hukuman
diyāt, yaitu dengan menbayar denda berupa 100 (seratus) ekor unta yang terdiri
dari :
a. 30
ekor unta hiqqah ( umur 3-4tahun),
b. 30
ekor unta jadzaah (umur 4-5 tahun) dan
c. 40
unta yang sedang bunting,
selain itu diyāt dapat dilakukan dengan:
a. membayar
diyāt 200 ekor sapi. Atau
b. dua
ribu kambing, atau
c. uang
emas seribu dinar, atau
d. uang
perak sebesar dua belas ribu dirham .
Diyāt pun seandainya
bila dimaafkan dapat dihapuskan dan sebagai penggantinya, hakim menjatuhkan
hukuman ta‟zir, dalam memberikan hukuman ta‟zir, hakim diberi kebebasan untuk
memilih mana yang lebih maslahat, setelah mempertimbangkan berbagai aspek yang
berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.
Adapun hikmah dari
larangan membunuh adalah betapa tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa
diganti dengan jiwa, anggota badan juga diganti dengan anggota badan serta memelihara keamanan dan ketertiban.
Daftar Pustaka
Agama, Kementerian. 2014. FIKIH. Jakarta : Kementerian Agama
Ali, Zainuddin. 2012. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar
Grafika
Hakim, Rahmat. 2000. Hukum pidana Islam. Bandung: CV.
Pustaka Setia
Hasan, Mustofa. 2013. Hukum Pidana Islam Fiqhi Jinayah. Bandung:
CV. Pustaka Setia.
Kamal, Abu Malik. 1424/2003.
Shahih Fiqhi Sunnah. Kairo-Mesir:
Maktabah at-Taufiqiyah
Munajat,
Makhus. 2004. Dekontruksi Hukum Pidana Islam. Jogjakarta : Logung Pustaka.
Muslich, Ahmad
Wardi. 2004. Hukum Pidana Islam
(Fiqih Jinayah). Jakarta : Sinar
Grafika.
[1] Ahmad Wardi
Muslich, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Jakarta : Sinar Grafika,
2004), hlm. 136
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid. hlm.
139.
[5]
Mustofa Hasan, Hukum Pidana Islam Fiqhi Jinayah, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2013),
hlm. 275.
[6] Zainuddin Ali,
Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 24
[7] Abu
Malik Kamal, Shahih Fiqhi Sunnah (Kairo-Mesir: Maktabah at-Taufiqiyah,
1424
H/2003), hlm. 281
[8]Ibid
[9] Rahmat Hakim,
Hukum pidana Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), hlm. 118
[10] Ahmad Wardi
Muslich, Op.cit…,hlm. 140.
[11] Rahmat Hakim, Op.cit…,
hlm. 119.
[12] Ahmad Wardi
Muslich, Op.cit… , hlm. 141
[13] Rahmat Hakim, Op.cit…,
hlm. 120.
[14] Mustofa Hasan,
Op. cit…., hlm. 273.
[15] Ibid. hlm 274.
[16] Ibid. hlm. 275.
[17] Ahmad Wardi
Muslich, Op.cit…, hlm. 169.
[18] Makhus
Munajat, Dekontruksi Hukum Pidana Islam, ( Jogjakarta : Logung
Pustaka, 2004), hlm. 172.
[19] Kementerian Agama, FIKIH, ( Jakarta : Kementerian Agama
2014). Hlm. 20.
0 Komentar